"

Wednesday, June 4, 2014

Sharing by Fitriyah Suryadini on Seminar Parenting SDIT Harapan Bunda Manado

Posting berikut adalah tulisan seorang teman, pemerhati pendidikan parenting dan sponsor seminar parenting pertama di SDIT Harapan Bunda Manado pada hari Minggu, 11 mei 2014. Seminar parenting yang dimotori +Komite Harapan Bunda ini dijuduli "Membuat Anak Senang Belajar", dengan narasumber Ibu Dewi Husnul Khotimah. Ibu +Dewi Husnul Khotimah  adalah Direktur +Sekolah Alam Balikpapan  yang telah menjadi pembicara di seminar-seminar bertemakan parenting dan pendidikan. 
----------

"Ceritanya, hampir nyaris tidak sempat ikut acara ini karena keperluan mendadak untuk kembali ke kampung halaman. Namun Alhamdulillah Allah SWT masih mengizinkanku menimba ilmu dari Bu Dewi, sosok yang sangat menginspirasi untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan dekat kepada Pencipta"


Sesi pemberian materi yang sangat menarik
Menurut beliau, seminar yg berdurasi sekitar 3 jam ini terdiri dari 3 materi yang dipadatkan menjadi satu. Bagian pertama materinya tentang belajar,  bagian kedua tentang bahasa ibu dan terakhir tentang gaya belajar. Secara pribadi, tak pernah cukup dan selalu ingin lagi mengorek semua ilmu yang dimilikinya.

Dari materi bagian pertama yang dipaparkan aku baru tau bahwa belajar yang sebenarnya dianggap berhasil adalah jika ada perubahan perilaku, perubahan pola pikir dan mampu membangun konsep baru, bukan semata pada angka angka yang tertulis di rapor tiap semester. Bagian ini lebih menyentuh ke ranah sekolah dan pendidikan indonesia, yang mana untuk membuat anak senang belajar seharusnya paradigma belajar lama harus dirubah ke paradigma baru yang sesuai dengan perubahan jaman dan kondisi anak sekarang. Hal ini mengingatkanku akan slogan di brosur penerimaan siswa baru sdit harapan bunda tercinta: "didiklah anakmu sesuai dengan jamannya, karena mereka hidup bukan dijamanmu".

Selanjutnya adalah tentang bahasa ibu, bahasa ibu yang dimaksud di sini bukan bahasa daerah asal, tetapi bahasa yang katanya diambil dari keistimewaan yang hanya dimiliki oleh seorang ibu, yaitu : "rahim" yang dalam bahasa alQuran diartikan sebagai kasih sayang. Jadi bahasa ibu adalah bahasa kasih, bahasa cinta.

Seringkali, saat kita berusaha mencurahkan kasih sayang, yang diterima oleh anak adalah justru kebalikannya. Atas nama cinta kita menyuruh anak giat belajar, mengisi hari harinya dengan aktivitas beragam dari les musik, les menggambar, bimbingan belajar, olahraga,  dan banyak lagi. Namun kenyataan banyak dari mereka yang stress, depresi, kelelahan bahkan menjadikan belajar sebagai sebuah momok.

Pada bagian ini, ibu dewi mengajak orang tua untuk menggunakan bahasa ibu kepada anak, agar maksud hati yang baik itu sampai kepada anak dengan baik. Beliau menerangkan, untuk bisa berkomunikasi dengan bahasa cinta orang tua perlu memperhatikan 4 hal yaitu : menerima (mengakui), mengerti (mengenali dan menggambarkan perasaan), menghargai dan terakhir mendidik (mengarahkan).

Hal yang paling menarik dari bagian ini untuk saya pribadi adalah penting bagiku dan orang tua dimanapun mempelajari makna dari perasaan (emosi) anak dan mengerti pasti apa yang anak rasakan. Dengan dimengertinya perasaan mereka, maka mudah bagi mereka untuk terbuka dan bicara tentang masalah mereka. Saat seminar berlangsung, Ibu Dewi meminta peserta menuliskan berbagai jenis emosi dalam waktu 3 menit. Saya hanya berhasil mengingat dan menulis 17 jenis emosi, padahal beliau mengatakan bahwa beliau telah menemukan lebih dari 99 emosi :)

Berikut 46 perasaan (emosi) yang berhasil aku kumpulkan: 
Bahagia, senang, suka, cinta, puas, iba, prihatin, iri, dengki, arah, rasa bersalah, takut,,frustrasi, kecewa, sedih, kesepian, tidak mampu, bosan, stress, depresi, galau, miris, lapar, kenyang, haus, bingung, ragu, sakit hati, cemburu, curiga, kesal, nelangsa, melankolis, khawatir, takjub, terenyuh, bangga, kaget, kesal, muak, ngiler, lelah, letih, capek, betah, jenuh.

Yang lain ayo ditambahkan :)

Selain mengenali perasaan, untuk berkomunikasi efektif diperlukan niat, gesture, menjadi cermin dan memberi feedback.

Menanggapi materi tentang gaya belajar, biasanya ketika menjelaskan sesuatu pada anak, kita hanya berpatokan pada cara yang cocok untuk kita, atau apa yang sudah kita pelajari dulu, namun kemudian kita menemukan bahwa apa yang efektif bagi anak satu belum tentu efektif bagi anak lain, hal ini benar benar melelahkan. Secara intuitif, kebanyakan orang tua mengetahui bahwa anaknya punya gaya belajar yang khas tapi sayang tidak tau cara memanfaatkannya.

Ilmu tambahan yang saya dapat dari seminar kali ini, ternyata tidak sulit untuk mengetahui gaya belajar anak. Yang pasti ada 3 gaya belajar yaitu : visual (melihat), auditori (mendengar), kinestetik (melakukan).

Setelah melakukan pengamatan, anakku Waldan (7thn) adalah anak dengan gaya belajar kombinasi melihat dan mendengar. Ia ingin selalu diceritakan apapun. Sangat efektif ketika aku ikut-ikutan membaca buku pelajarannya, lalu menceritakannya kembali sambil ia melihat gambar-gambar pada buku pelajarannya. Untuk mengetes kepahamannya, biasanya aku menyuruhnya menceritakan semuanya kembali. Sedangkan adiknya, Wilda (5thn) adalah anak dengan gaya belajar kombinasi melihat dan bergerak. Ia tidak bisa duduk diam saja saat dibacakan buku cerita. Dengan cekatan ia akan berdiri memperagakan cerita yang saya bacakan atau ikut sibuk membolak balik halaman buku. Ia juga mengingat persis hal hal yang tidak aku perhatikan dalam sebuah buku cerita bergambar atau saat kami bepergian ke suatu tempat.

Alhamdulillah dengan mengetahui gaya belajar dan berkomunikasi dengan bahasa ibu, aku bisa memaksimalkan potensi belajar mereka.


No comments:

Post a Comment